Sabtu, 06 November 2010

Pemabuk

Entah sudah gelas keberapa diselesaikan

Kakinya serasa di gumpalan awan

Tubuhnya lebur berjatuhan bagai hujan

Meresap ke dalam tanah.

Tanah pilihan dari guguran kelopak bunga


Sekarang ia bukan lagi tubuh-tubuh pesanan segala norma

Sebab ia sudah lebih jauh mengembara

Melewati pohon-pohon pustaka

Melewati lautan kata-kata

Membawa rampasan senjata dari para cendikia


Gelas berkeliling tetap tertib

Kering sekali teguk, cepat sekali

Rasanya sudah lama ramai merajalela

Sepi tak kuasa, ia bunuh membabi buta

Dikubur lalu ditabur oleh mulutnya yang enggan diam

Ia sudah ciptakan irama sendiri

Irama abadi hingga gelas terakhir.

Sang Pendosa

Aku adalah pilihan dari malam yang paling malam
Malam paling gelap dan pekat, tempat para roh-roh jahat bersemayam.
Malam tempat para pendosa menunggu sebelum mendapat siksa
Malam dengan udara dari gas beracun
Malam dengan tanah dari api
Malam dengan laut dari lelehan lava

Tidak ada yang berani singgah apalagi menetap .
Cuma aku berdua bersama kesunyian…

Apa aku sang pendosa? Hingga harus di sini?
Ah, aku nikmati saja gelap dari yang paling gelap
Sampai aku ciptakan cahaya untuk melawan
Cahaya untuk berontak pada batasan
Mungkin aku memang sang pendosa…

Tubuh

Kaget! Aku terbangun. Tubuh ku hilang!

Kepala masih berat, karena pulang pagi, sempoyongan sisa alkohol.

Minggat kemana dia? !

Kok berani-beraninya pergi tidak izin?!

Memangnya yang berhak atas tubuh itu siapa??

Gerutu terus terlontar bagai kembang api tahun baru.

Jangan-jangan tubuh lagi protes?

Protes karena aku terus pulang pagi .

Cuma sedikit istirahat, tapi banyak rokok dan kopi.

Atau jangan-jangan tubuh marah karena makan cuma pakai tempe dan tahu.

Padahal sebagai penyair banyak meras pikiran.

Harusnya aku butuh vitamin otak juga makanan syarat gizi

Aku malas mencari. Terserah

Tapi bagaimana kalau dia tidak pulang??

Terpaksa aku keliling ke tempat yang pernah aku sambangi

Dari hotel bintang lima sampai kamar kost

Dari pinggir jalan sampai taman mesum

Dari rumah mantan sampai selingkuhan.

Nihil! Terpaksa pulang.

Di meja kerja ada pesan terhampar

Hurufnya kapital, ditulis pakai tinta hitam

Maaf aku pergi. Aku cuma mau jadi tubuh bebas. Tubuh yang tidak dipenjara.
Tubuh yang bisa lakukan apa saja. Tubuh yang bisa pergi kemana saja… Semoga dimaafkan…

Selamat tinggal…

tubuh

Sehabis Pesta

Sehabis pesta
Sunyi bagai raja di singgasana kuasa
detak jam tak mampu melawan, hanya terdengar lemah
Tubuh-tubuh tertidur lelap memeluk mimpinya
botol-botol bir bergelimpang sisa kemeriahan

Sehabis pesta
Tak ada lagi musik berdentam juga hentakan kaki
Tak ada lagi peluk cium pasangan selingkuh di lantai dansa
Tak ada lagi wanita dengan make up mahal berjalan pulang sempoyongan
Tak ada lagi Pria tampan jatuh tersungkur karena kebanyakan alkohol

Sehabis pesta
Ranjang tidur kusut dan selimut menggumpal tak beraturan
Sisi ranjang jadi tempat favorit menyelipkan celana dalam
Bawah ranjang jadi tempat membuang tissue dan kondom. Atau tempat menaruh sepatu pasangan selingkuh

Sehabis pesta
Tidak ada cinta. Harus dibuang ke tempat sampah atau ke dalam selokan.
Atau cinta harus dibunuh
Ingatan adalah perbuatan buruk dan harus dikebiri
Sedangkan lupa diangkat ke tempat yang mulia lalu menjadi agung,

Sehabis pesta
Saling kenal sudah selesai.
Semua sepakat tidak boleh panggil nama
Tidak kenal jadi permainan yang disepakati

Sehabis pesta
Masing-masing kembali kerja
Semua merasa tidak pernah terjadi apa-apa
Karena semua berada di kantor yang sama.