Jumat, 30 September 2011

Ibu

Aku dengar gaduh dari kamar ibu
juga nafas melengkuh bagai kuda pacu
Tadi sore ibu memang menjamu tamu, laki-laki bercelana abu-abu
Aku tutup buku keluar pintu, rasanya ingin tahu

Kamar ibu ditutup rapat, siapa pun tak dapat melihat
Aku cari celah tak juga dapat karena gelap begitu pekat
Aku mengumpat, "Dasar Bejat!". Laki-laki itu niat ku sikat
Aku terpaksa manjat.
Belum sempat melihat aku langsung meloncat
Karena ibu menjerit hebat

Aku berlari cepat. "Gawat, aku bisa kualat!"
Ku kira ibu bakalan menghujat.
Tapi kulihat wajah ibu begitu pucat
Ternyata laki-lakinya sedang sekarat
Ibu minta dia segera dirawat
Tapi Dokter bilang sudah wafat karena kebanyakan obat kuat

Seminggu ibu hanya terpaku
Masih terbayang laki-laki itu
Sabar ku tunggu, akhirnya Ibu berkata padaku, sendu
"Kau harus tahu, dia bapak mu yang sudah punya istri baru"
kini Aku terpaku

Kamis, 29 September 2011

Jakarta pagi ; ( Hikayat " i " )

Mentari berdiri tanda sepi menepi
Ini hari tak ada roti dan kopi, karena aku harus berlari mencari rezeki.
Hati-hati, ada pak polisi. Pura-pura mengantri.
Bukan sekali ini polusi mendaki.
Supaya tak sampai darah tinggi, aku serobot hak pejalan kaki.
Pejalan kaki emosi, 'Dasar tak tahu diri!"
Pengendara lain iri, segera membuntuti.

Kalau bukan tuntutan istri, aku lebih suka menulis puisi atau fiksi mini, sekali-kali skenario televisi.
Tak apalah, karena menulis butuh sepi.
Lagi pula hidup harus berbagi supaya perut bisa terisi.
Syukur-syukur bisa beli blackberry, biar bisa update status tiap hari, juga menulis doa-doa religi.
Kalau begini, hilang fungsi alat komunikasi jadi alat membanggakan diri.

Sisa dua lampu merah lagi.
Merah bukan hanya tanda berhenti, tapi juga tanda memulai aksi, transaksi sampai promosi.
Hijau tanda mereka menepi. kendaraan berebut ingin mendahului.
Cepat akan mendapat puji, lambat mendapat caci maki.

Sampai.
Waktunya mematut diri dari spion sebelah kiri.
Tetap saja lamaran ini tak disetujui.

Selasa, 27 September 2011

Wajah

Di ujung gang yang terhalang, ada sepasang mata sigap. Wajahnya berkilat, sambil mengepulkan asap. Aku rasa sungguh berani, tidak sekedar pasang aksi. Tapi bisa juga sedang atur strategi. Ah, mungkin hanya curiga. Dosa kata orang beragama. Lapangkan dada biar lega. Lapar dan dahaga, mengantarku ke kaki lima. Ajaib, kaca spion mobil telah raib!

Rabu, 21 September 2011

Ada pintu di kepala

Ada pintu di kepala
Berdecit ku buka, tak ada salam pembuka
Tamu agung datang
Paras serupa Karna, jiwa yang terbuang

Ada pintu di kepala, kaku
Batas tanah seberang yang gersang
Sembilu kelabu,
lupa dari luka

Ada pintu di kepala, doa
Doa bukan kata
Bukan juga pustaka
Ada pintu di kepala..