Jumat, 08 Oktober 2010

Semesta

Sinar mentari menerjang bangkitkan senyawa, menghidupkan gairah

Buih air merambat kaki telanjang berpijak pada pasir pantai yang syahdu

Awan biru pun berbaris merangkai bagai kuda kencana

Hijau kelapa berkilau merayu dahaga

Duhai semesta elok rupa, ku sapa pujian Ilahi

Tapi kini, esok atau lusa.. Industri merangkak meneteskan air mata

Bagi semesta, bagi jutaan umat manusia

Puisi

Puisi katanya

Puisi tak NYA

Kata tak NYA

Tak Katanya

Tak Puisinya

Nyahlah!

Wajah Sampah

Seperempat pagi ku terbangun ketika bayangan itu muncul lagi. Entah sudah berapa kali dan berapa banyak aku mengalami hal itu. Sebuah bayangan melayang dan hinggap pada angan-anganku.. Mungkin saja bagi sebagian orang bayangan itu tampak menakutkan dan menyeramkan. Tapi tidak bagiku. Aku tak tahu apa alasannya. Setelah ku pikir-pikir, mungkin saja karena ritme atau intensitas bayangan itu kelewat sering hinggap pada ku. Jadi aku tak lagi merasakan rasa yang benar-benar menakutkan. Rasa ketakutan telah berubah menjadi biasa. Ketika orang menghardikku dengan rasa heran. Bahkan sebagian yang lain sudah menganggapku aneh dan gila, aku hanya bisa tersenyum atau tertawa selebar-lebarnya…
Mungkin kalian bertanya-tanya, bayangan apa yang hinggap pada angan-angkanku.. Bayangan itu adalah bayangan wajah. bukan wajah yang biasa, tapi wajah yang dipenuhi oleh sampah. Yah,wajah-wajah sampah… Begitu aku menyebutnya. Terkadang wajah itu tersenyum, terkadang tertawa. . Sempat aku memperhatikan wajah-wajah sampah itu ada di mana saja. suatu kali di sebuah baleho ibu kota. sesekali di sebuah situs atau website terfavorit, atau pernah wajah-wajah itu tampil di sebuah stasiun televisi pada jam primetime, dan banyak sekali wajah-wajah sampah itu berkumpul di sebuah gedung parlemen… Berdasarkan grafik pertumbuhan dari departemen kebersihan, wajah-wajah sampah itu tumbuh dengan pesat dan tak terkendali. Suatu saat apa yang akan terjadi? Pikirku.. Sebelum otakku, berputar secara rasional dan logis untuk menjawabnya, wajah-wajah sampah itu kembali menghilang. Entah wajah-wajah sampah itu akan terbang dan hinggap entah kemana??

Telepon

“Telephon aku sesampainya kau di kota kembang”. Begitu ujarmu saat aku mengantarmu pergi. Ya, aku masih ingat kata-kata manis itu. Kata-kata yang penuh harapan, kata-kata yang sepertinya sedikit memaksa agar ku menyusulmu kesana. Kini 5 tahun sejak kepergian mu, aku tak juga pernah menyusulmu. Entah sudah berapa puluh sms, telephone yang kamu kirimkan ke aku, namun tak pernah satu kali pun aku membalas atau menerimanya… Mungkin kamu marah, atau mungkin kamu telah mengangapku berdusta. Maafkan aku, maafkan kalau sampai detik ini pun aku tak juga pernah mau mengunjungimu. Bukannya aku telah melupakanmu. Hanya satu alasanku. Aku ingin menikmati kerinduan akan dirimu. Kerinduan yang begitu menggairahkan.. Dekapan yang hanya angan-angan. Kecupan yang hanya sebuah bayang. Aku tak ingin semuanya menghilang. Biarlah ku nikmati jarak antara kita, biar tetap ku dekap rindu ini…

Seperti biasa, telephone berdering jam 4 pagi. Aku tersentak dari tidurku. Hampir saja tangan ini menggenggam cepat telephone itu.. Fuh, untungnya aku masih ingat kenikmatan rindu itu. Aku sangat yakin kalau dering telephon itu adalah dari dirimu. Maafkan sayang, aku masih ingin menikmati kerinduan ini.. Baru saja aku bergumam, tiba-tiba saja telephone itu pun tak lagi berdering. Aku menghela nafas lega.. Satu menit aku terdiam dan bertanya-tanya, akankah kamu mengerti bahwa rindu yang ada dalam diri ini begitu indahnya?? Semoga kamu memaafkan aku..

Baru saja ingin ku baringkan tubuh ini, telephone itu kembali berdering.. kali ini perasaan ku untuk mengangkatnya begitu kuat. “jangan.. jangan.. aku tak ingin kehilangn rindu akan diri mu.. jangan…”. Kalau aku mengangkatnya, berarti aku akan mendengar suara mu dan itu menghilangkan rasa indah rinduku. Tubuhku bergejolak kuat, pertentangan begitu hebatnya. Tangan ku gemetar… Hingga aku pun tak kuat dan menyerah kalah. Tangan ini mulai mengangkat gagang telephone itu… Benar saja, terdengar suara wanita yang sangat lembut… Wanita itu berkata, sayang, maaf kan aku.. aku tak lagi bisa mencintaimu… telephone itu sekejab terputus.. Aku hanya terdiam..

Sebuah Pena Sebuah Duka


SURTI namaku. Usia ku 29 Tahun. Kini aku tinggal di lembaga pemasyarakatan untuk waktu 30 Tahun. Di tempat seperti ini, tidak banyak yang dapat aku kerjakan selain hanya termenung...

Seperti biasanya dan seperti yang sudah-sudah aku hanya termenung. Sore hari pukul tiga, saat hujan mengguyur deras, dengan mata sendu dan linangan air mata, masih terngiang jelas ucapan lelaki itu kepadaku. Lelaki yang berusia + 45 tahun, dengan rambut yang sudah memutih dan kulit yang terlihat tidak segar lagi. Sepoi angin dari ventilasi ruangan dan heningnya tembok LP, semakin mengantarkan ingatanku pada semua kejadian itu. Perlahan namun pasti, air mata ini terus mengalir..
Aku ingat kejadian itu. Perkenalanku dengan lelaki itu berawal dari sebuah restoran di mana aku bekerja. Itu terjadi 2 tahun yang lalu..
“Kring.. “ suara Handpone ku berbunyi. Dengan nada ajakan kaum pejantan kepada betina, suara itu terasa begitu lembut. Hingga aku pun setuju untuk bertemu dengannya. Aku bertemu disebuah taman pusat kota. Dari tampilan dan wangi parfumnya, jelas laki-laki ini bukan sembarangan. Pasti ia berasal dari kaum mapan ibu kota. Apalagi, saat ia menjemputku menggunakan Mercedes keluaran terbaru. Bagaimana diri ini tidak luluh dibuatnya, aku yang hanya seorang pelayan restoran harus bertemu dengan lelaki kaya semacam dia.

Pertemuan yang singkat itu, mengantarkanku untuk keluar dari restoran tempatku bekerja. Lalu menerima ajakan lelaki itu untuk bekerja di perusahaannya sebagai seorang sekretaris. Selebihnya aku dijadikan seorang istri. Ssst.. Walau pun hanya sebatas nikah sirih.. Sedikit demi sedikit perubahan telah tampak di diriku. Baju yang norak, berganti dengan gaun yang cantik bertahta berlian. Gelang yang paling-paling hanya seharga 3000 rupiah, berganti dengan seharga 3 juta rupiah. Handphone ku kini keluaran terbaru dari merek ternama. Semua itu aku dapat karena aku seorang sekretaris, seorang sekretaris dari perusahaan besar. Yah, tentu saja karena aku pun seorang istri.. Seorang istri muda!

Aku sudah tidak ingat lagi kesedihan. Bagiku kesedihan adalah masa lalu dan aku harus melupakannya. Maklum, setiap hari kerjaku aku hanya nongkrong-nongkrong di Mall, tertawa, minum-minum, gosip atau belanja barang-barang teman yang baru dibawanya dari luar negeri. Pokoknya di lingkungan ku bergaul, kesedihan bagaikan barang yang haram. Seolah-olah jika kita bersedih, kita akan masuk neraka. Begitulah perumpamaannya...

Di suatu pagi, masih dengan cuaca yang agak mendung. Mobilku telah sampai disebuah parkiran hotel bintang 5, di kawasan puncak. Pemandangan begitu indah terhampar. Dan angin, menerpa dingin seluruh tubuhku. Aku bergegas lari masuk hotel itu. Lift terbuka dan langkah ini mengantarkanku ke kamar 105. Tiga kali bel berbunyi, pintu terbuka dan wajah laki-laki itu tersenyum manja. Tanpa memakan waktu lama, tubuh ini dan tubuhnya telah bergulat dengan nafsu. Nafsu ataukah cinta aku pun tak tahu... Sekian menit, pergulatan pun berhenti ketika terdengar helahan nafas diriku dengan dirinya. Tubuhku dan tubuhnya dibanjiri keringat, darah terasa mengalir seluruh tubuh. Laki-laki itu mengecup keningku sambil berucap.. “terima kasih sayang...” Kami pun lanjut ke perbicangan hangat. Tak lama laki-laki itu berkata sambil beranjak, “sebentar sayang, ada sesuatu yang akan aku berikan kepadamu... “ aku mengangguk sambil merenggangkan otot-ototku berharap lelah akan hilang. Laki-laki itu pun kembali dengan secarik kertas dan sebuah pulpen. “Aku mau kamu menandatangani ini... “ suaranya lebut di dekat telingaku. Aku mengernyit sambil membaca tulisan dikertas itu. Sepontan, aku terkejut. “Apa?!”. Kertas itu berisi tulisan untuk menyuruhku mengakui korupsi milyaran rupiah... ‘tidak! Aku tidak mau! Aku menolak dengan suara lantang. “Bukankah kamu juga menikmati semua hasil uangku sayang??” laki-laki itu cepat membalas. “jj.. ja.. jadi semua yang kunikmati adalah hasil... ???” Laki-laki itu mengangguk cepat. Tubuhku lemas, darah ini bergejolak dan kekhawatiran pun menyelimuti ku. Tiba-tiba laki-laki itu langsung menarik rambutku sambil menempelkan ujung pena dileherku. “Kalau kau tidak mau menandatangani surat ini, aku terpaksa menghabisi dirimu...” Ujung pena itu itu semakin ditekan.. dan ditekan tepat ditenggorokanku. Dari cermin yang mengarah padaku, ku lihat senyum laki-laki itu begitu beringas, seperti harimau yang mau menerkam mangsanya. “Jj.. jangan.. Jangan... “Ketakutanku semakin menjadi-jadi... “Cepat! Cepat kamu tandatangani surat ini atau aku akan membunuhmu!” Akhirnya, aku pun terpaksa menandatangani surat itu...

5 tahun telah berlalu... Diri ku masih dalam jeruji besi sebuah lembaga pemasyarakatan, untuk waktu 20 tahun ke depan. Di dalam sel yang sempit dan lembab, hanya LINA anak kandungku yang menemani. Lina kini telah berusia 7 tahun, Lina adalah hasil hubungan ku dengan laki-laki itu. Hanya Lina lah yang sedikit dapat membuatku tersenyum. walau pun senyum ku ini hanyalah senyum hambar dari seorang terpidana.

Suatu ketika, lamunan ku tergugah saat melihat sebuah berita. Tentang Seorang laki-laki pengusaha kaya melakukan aksi solidaritas dengan menyantuni anak yatim. Aku mengernyit, Wajah laki-laki itu sangat ku kenal. “Ya, aku mengenalnya!. Dia laki-laki yang memaksaku untuk menandatangani atas apa yang tidak pernah aku perbuat!.

Laki-laki itu bicara sangat bijaksana di depan televisi, sesekali mengumbar senyum seolah dia seorang pahlawan. “Bu, orang itu baik ya...” Lina anaku bicara kepadaku. Aku hanya diam dengan linangan air mata.
Kesedihan yang dulu pernah aku lupa, kini kembali datang bahkan kesedihan yang entah sampai kapan berakhir...